Oleh : Miftakhudin/Tolam
“My Life My Adventure”.
Begitulah slogan salah satu produk rokok yang sering muncul di televisi lokal. Ya, hidupku petualanganku. Ketika mendengar kata petualangan, mungkin dalam benak kita akan muncul imajinasi tentang sebuah misi, perjalanan panjang, atau hal yang penuh tantangan di mana kita sendiri menjadi tokoh layaknya seseorang yang tangguh. Dalam imajinasi tersebut sepertinya begitu asyik dan menyenangkan dalam menjalankannya.
Alam sendiri merupakan media petualangan bagi pegiat alam bebas saat ini mulai dari dinginnya gunung, kerasnya tebing yang kokoh menjulang tinggi, derasnya sungai, kegelapan abadi di dalam goa, panjang garis pantai yang membentang, hingga keindahan taman bawah laut yang penuh fantasi. Sampai akhirnya pada 2013 jumlah pegiat alam bebas makin menjamur sampai sekarang, seiring dirilisnya film 5 cm (2012) yang dibuat oleh sutradara ternama Rizal Mantovani dan dibintangi Fedi Nuril, Denny Sumargo, Herjunot Ali, Raline Shah, dan Igor Saykoji.
Film ini bercerita tentang persahabatan 5 orang mahasiswa yang kemudian merasa jenuh dengan kebersamaan mereka. Selanjutnya mereka membuat komitmen untuk tidak berkomunikasi satu sama lain dalam beberapa bulan, kemudian mereka bertemu kembali dan melakukan sebuah perjalanan untuk menggapai puncak gunung tertinggi di Pulau Jawa.
Sejak momen itu, semua orang, siapapun, laki-laki maupun perempuan, hanya dengan modal googling menggunakan gawainya masing-masing seketika bisa menjadi pendaki gunung. Informasi tentang siapapun, apapun, peristiwa di manapun, tersedia di dunia maya, termasuk berita terkini, gambar-gambar, video, narasi, tentang keindahan alam yang menggoda, membangkitkan gairah, tentunya dengan akses jaringan internet. Melalui gawai, dunia seolah berada dalam genggaman.
Mengingat kegiatan yang dilakukan di alam bebas memiliki resiko cukup tinggi, seiring juga dengan peningkatan jumlah pegiat alam, tentunya menimbulkan berbagai dampak bahkan hal tidak diinginkan. Meningkatnya jumlah kecelakaan saat kegiatan, pegiat yang tersesat, bahkan meningkatnya korban jiwa maka hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan para pegiat alam bebas tentang ilmu dan safety procedure dalam berkegiatan.
Sebenarnya setiap manusia itu baik dalam bertindak tapi karena kurangnya pengetahuan dan malasnya belajar secara tidak langsung mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan akan ada dampak merugikan atas apa yang mereka lakukan. Sebuah contoh kecil seperti seseorang yang ingin memaksimalkan kebun sawitnya maka menanam pohon sawit dengan jarak per 5 m. Seseorang tersebut tentu memiliki niat baik atas memaksimalkanya lahan perkebun tersebut. Namun sumur-sumur rumah yang berada di dekat perkebun biasanya akan mengalami kekeringan akibat daya serap yang diperluhkan sawit cukup besar.
Kebun sawit banyak menyerap air dan ekosistem yang terbangun di sekitarnya, oleh karena itu standar jarak penanaman sawit adalah 10-15 m. Dari situlah kita bisa mengetahui bahwa pengetahuan itu penting dan giat belajar menjadi sesuatu yang harus
kita tekuni. Inilah yang saat ini kita hadapi, kita tidak merasa berbuat buruk atau merugikan orang lain karena apa yang kita lakukan sudah benar. Di sini mari kita kerucutkan bahwa berkegiatan di alam bebas pada saat mendaki gunung seolah-olah seperti tidak tahu (atau mengerti) akan bahaya saat mendaki gunung dan melintasi hutan tanpa ada pertimbangan dan pengetahuan. Dari situlah kerap muncul permasalahan-permasalahan pada saat melakukan pendakian gunung.
Hutan rimba dan gunung yang menjulang tinggi, bagi sebagian besar menjadi daya tarik yang luar biasa untuk para penggiat alam bebas. Pada dasarnya daerah (pedalaman) di dalamnya menyimpan berbagai hal yang bisa berakibat fatal bagi manusia dan kehidupannya. Namun seolah-olah sudah menjadi hal yang banal, masyarakat luas justru hanya melihat keindahannya saja. Puncak-puncak gunung yang tinggi, tebing tebing terjal, hutan-hutan lebat, goa-goa yang dalam, serta aliran sungai yang deras seakan tak berhenti memanggil siapa saja untuk memasukinya.
Beda hal bagi pegiat alam bebas, banyaknya kecelakaan di daerah (pedalaman) tersebut tidak mengurangi minat untuk terus melakukan perjalanan ke daerah-daerah yang “berbahaya”. Imbas dari berbagai kecelakaan yang terjadi, baik di hutan maupun di gunung, memaksa kita untuk mencari ilmu dan pengetahuan, minimal untuk menjaga diri sendiri. Ilmu medan peta dan kompas merupakan ilmu yang sangat berguna dalam
berkegiatan di alam bebas khususnya berkegiatan di gunung maupun penjelajahan hutan. Tujuannya beragam, bisa untuk penelitian, sekadar melintasi pegunungan, maupun untuk naik gunung dengan target muncak.
Teknik Navigasi menjadi salah satu bekal untuk siapapun yang tertarik berkegiatan di alam bebas. Teknik ini untuk menentukan kedudukan (posisi) dan arah perjalanan (direction) sehingga dapat memberikan gambaran suatu daerah yang sedang atau akan kita tempuh. Umumnya ilmu navigasi pada praktiknya selalu menggunakan alat bantu yaitu busur, mistar, protaktor, peta, dan kompas, sehingga sering diistilahkan dengan Ilmu Medan Peta dan Kompas.
Oleh karena itu, di bawah ini merupakan beberapa hal penting yang wajib dipelajari sebelum mendaki gunung ataupun berkegiatan di alam bebas.
Orientasi medan
Salah satu tahap persiapan dalam penginderaan jauh yang meliputi observasi langsung ke medan. Tahap ini bertujuan untuk mencocokkan wujud medan yang ada di peta dengan medan sebenarnya. Orientasi medan ini perlu dilakukan jika tidak adanya data acuan atau objek yang tergambar pada foto sulit diinterpretasikan.
Sebelum masuk daerah operasi terlebih dahulu harus mengenal tanda medan yang nantinya akan kita jumpai di lapangan. Tanda medan itu dapat diinterpretasikan di peta yang nantinya akan dipergunakan, misalnya titik-titik ketinggian atau nama gunung. Perlu diperhatikan dan diingat, bahwa tanda medan akan berubah bentuknya bila dilihat dari titik kedudukan yang berbeda, maka dalam orientasi harus berhati-hati.”
Orientasi Peta
Carilah tempat terbuka sehingga tanda-tanda medan terlihat dengan jelas, kemudian buka dan letakkan peta pada tempat yang datar maka letakkan kompas diatas peta dengan posisi garis bantu orientasi kompas sejajar dengan sumbu Y di peta. Sesuaikan arah peta (jangan mengubah posisi kompas) hingga jarum kompas sejajar dengan
grid/sumbu Y. Jika tepat, maka letak peta sudah sesuai dengan bentang alam yang dihadapi. Cari tanda-tanda medan yang menonjol, kemudian cocokkan dengan peta dan beri tanda/catatlah. Setelah itu, kumpulkan tanda sebanyak mungkin sehingga kita sudah
mulai paham dengan daerah tersebut dan sudah dapat memperkirakan posisi di peta.
Azimuth dan Back Azimuth
Sudut azimuth atau juga sering disebut bearing merupakan sudut yang dibentuk oleh dua garis lurus; garis pertama menuju utara peta (grid) atau utara kompas, garis kedua menuju suatu titik sasaran yang dihitung searah jarum jam. Dengan kata lain, sudut azimuth adalah sudut yang dibentuk dari titik amatan menuju objek dengan arah utara sebagai acuannya garis yang dijadikan acuan dari kedua garis tersebut adalah garis yang menuju utara peta atau utara kompas.
Jika garis acuannya adalah utara peta, maka sudut tersebut dinamakan sudut peta dan jika garis acuannya adalah utara pada jarum kompas maka sudut tersebut dinamakan sudut kompas. Sudut peta diperoleh dari isi muka peta topografi dengan menggunakan alat bantu protractor (busur derajat) sebagai alat hitungnya, sedangkan sudut kompas diperoleh di lapangan menggunakan alat kompas dengan membidikkan kompas ke sebuah sasaran. Sudut peta dapat dikonversi ke sudut kompas dan begitu juga sebaliknya, sudut yang ditunjukkan oleh kompas menuju ke sasaran / titik identifikasi / tanda medan.
Lalu back azimuth merupakan suatu nilai sudut kebalikan dari nilai azimuth pada suatu bidang lingkaran dengan titik tengah sebagai titik pusat lingkaran. Dengan kata lain, sudut back azimuth adalah besarnya sudut dari objek ke pengamat dengan arah utara sebagai acuannya dan sudut yang ditunjukkan oleh kompas menuju ke sasaran (titik identifikasi, atau tanda medan). Back azimuth adalah sudut balikan dari azimuth yang dapat dihitung dengan rumus:
Jika Az > 180°, maka BA = Az – 180°
Jika Az < 180°, maka BA = Az + 180°
Contoh
Misal Az = 272° maka Back Azimuth-nya
adalah: 272° – 180° = 92°
Misal Az = 65° maka Back Azimuth-nya
adalah: 65° + 180° = 245°
Resection dan Intersection
Resection adalah metode untuk menentukan kedudukan/posisi di peta dengan menggunakan dua (atau lebih) tanda medan yang dikenali dan diketahui posisinya di peta. Teknik resection membutuhkan bentang alam yang terbuka untuk dapat membidik tanda medan yang sudah diketahui posisinya di peta. Tidak selalu dua tanda medan yang harus dibidik.
Prinsip resection yaitu menentukan lokasi atau titik dengan cara menentukan antar garis-garis yang terarah pada objek-objek yang dapat dikenali baik di peta maupun di medan sebenarnya, sepertitepi sungai, sepanjang jalan, atau sepanjang suatu punggungan.
Berikut tahapan melakukan resection yaitu orientasi medan dan orientasi peta yang benar, lalu cari dua titik atau lebih yang dikenali di peta ataupun di medan sebenarnya. Setelah itu bidik dua titik tersebut dan cari sudut kompas (azimuth) dan back azimuth-nya lalu kemudian cocokkan pada peta dengan menggunakan protactor.
Intersection, adalah teknik menentukan suatu titik (benda) di peta dengan di medan sebenarnya. Hal ini untuk mengetahui atau memastikan posisi suatu benda yang terlihat di medan atau bisa juga digunakan untuk memastikan arah tujuan dengan menggunakan 2 (atau lebih) tanda medan yang dikenali.
Berikut tahapan melakukan intersection yaitu lakukan orientasi dan pastikan posisi resection kita benar. Setelah itu bidik objek yang kita amati lalu pindahkan sudut yang didapat di peta, bergeraklah ke posisi lain dan pastikan di posisi yang benar maka perpotongan garis perpanjangan dari 2 sudut yang didapat seperti posisi saat ini:
Koordinat titik A : 3733;6124 dan koordinat titik B : 3738;6166, maka Azimuth ke titik A : 237° dan azimuth ke titik B : 272°
“With great power, comes great responsibility.”
Kata-kata andalan yang diucapkan oleh Paman Ben (Cliff Robertson) sebelum seorang pencuri yang dibiarkan lolos oleh Peter Parker (Tobey Maguire) membunuhnya di trotoar yang dipadati orang tanpa alasan yang bisa diterima. Mungkin kita masih sering mendengar kutipan tersebut, kata-kata ini sering keluar biasanya terdengar ironis, dan muncul setelah menenggak bir ketujuh. Ini adalah kutipan yang sempurna dan terdengar sangat intelektual. Namun pada intinya penulis ingin megatakan kepada pembaca, bahwa kita tidak pernah memikirkan hal tersebut sebelumnya. Banyak orang enggan bertanggung jawab atas permasalahan mereka karena mereka percaya bahwa mengambil tanggung jawab terhadap suatu masalah sama dengan menjadi pihak yang dipermasalahkan atas masalah tersebut. Tanggung jawab dan kesalahan sering tampil bebarengan dalam budaya kita. Tetapi kedua hal tersebut itu tidak sama.
Yang ingin saya tegaskan adalah jika kita dipertemukan dengan adanya pilihan maka secara tidak langsung muncul tanggung jawab dan masalah. Sebagai contoh, jika di saat kita melakukan kegiatan di alam bebas ataupun naik gunung, kita melihat seseorang sedang membuang sampah, ataupun penyelewengan yang akan merusak dan mengganggu lingkungan ekosistemnya, jelas ini bukan kesalahan kita jika gunung tersebut akan rusak. Namun itu akan menjadi tanggung jawab kita, karena kita memposisikan diri kita entah entah dengan nama pendaki, backpacker, pejalan ataupun pecinta alam yang hakekatnya kita berjalan berdampingan dengan alam. Dan entah apapun pilihan kita nantinya—membiarkannya, atau menegurnya, atau membenarkannya—itu merupakan perihal lain terkait dengan pilihan dan tanggung jawab terhadapnya juga.
Kita bertanggung jawab atas hal-hal yang bukan merupakan kesalahan kita. Inilah bagian dari kehidupan.