PENYIMPANAN KARBON DALAM TANAH
(Alternatif Carbon Sink dari Pertanian Konservasi)
09 Maret 2021 / By: Hermanu Widjaja
Indonesia termasuk salah satu negara berkembang pertama yang sudah merampungkan The First National Communication dan sudah diserahkan ke Sekretariat UNFCCC (United National Framework Convention on Climate Change) bersamaan dengan diselenggarakannya Conference Of Parties V (COP V) pada bulan November 2001.
Sebagai negara yang ikut meratifikasi UNFCCC, Indonesia berkewajiban mengkomunikasikan upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka mengurangi dampak pemanasan global akibat terjadinya perubahan iklim global.
Upaya-upaya tersebut antara lain : Indonesia harus melakukan inventarisasi gas-gas rumah kaca secara nasional. Inventarisasi yang dimaksud meliputi emisi gas rumah kaca yang berasal dari sumber-sumbernya ( energi, hutan, pertanian, dsb) dan penyerapannya oleh rosotnya (sink) seperti penyerapan gas CO2 oleh hutan.
Disamping itu informasi lain yang harus dikomunikasikan adalah langkah-langkah yang sudah, sedang dan akan dilakukan dalam rangka mengurangi emisi gas-gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan penyerapannya oleh rosotnya. Dokumen yang memuat hal-hal tersebut dikenal dengan nama Dokumen National Communication on Climate Change.
Gas-gas rumah kaca yang dianggap paling berkontribusi terhadap gejala pemanasan global adalah CO2, CH4, N2O, NOX, CO, PFC dan SF. Namun untuk Indonesia dua gas yang tetrsebut terakhir masih sangat kecil emisinya, sehingga tidak diperhitungkan. Dari kelima gas-gas rumah kaca tersebut, CO2 memberikan kontribusi terbesar terhadap pemanasan global yaitu 84% dan CH memberikan kontribusi 15%.
Tahun 1994 tingkat emisi CO2 di Indonesia suah lebih tinggi dari tingkat penyerapannya. Indonesia sudah menjadi Net Emitter. Hasil perhitungan sebelumnya pada tahun 1990, Indonesia masih sebagai Net Sink atau tingkat penyerapan lebih tinggi dari tingkat emisi. Berapapun kecilnya Indonesia sudah memberikan kontribusi bagi meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca secara global di atmosfer.
Penyimpanan karbon dalam tanah merupakan penyimpanan karbon dalam bentuk yang relatif stabil, baik melalui fiksasi CO2 atmosfer secara langsung maupun tidak langsung. Pengikatan karbon secara langsung terjadi reaksi inorganik kalsium dan magnesium karbonat. Sedangkan secara tidak langsung melalui photosintesis tanaman yang mampu mengubah CO2 atmosfer menjadi biomasa tanaman.
Secara berangsur biomasa tanaman ini secara tidak langsung tersimpan dalam bentuk bahan organik tanah selama proses dekomposisi. Jumlah karbon yang tersimpan dalam tanah merupakan refleksi keseimbangan yang telah dicapai dalam jangka panjang antara mekanisme pengambilan dan pelepasan karbon. Banyak metode agronomi, kehutanan dan konservasi termasuk sebagai pengelolaan lahan yang dapat meningkatkan fiksasi karbon didalam tanah.
Sejarah Kehilangan Karbon
Tanah merupakan pol karbon yang penting di dunia meliputi 1,500–2,000 Pg (1 Pg = Pentagram = 1 Milyar Ton) dan 800 – 1,000 Pg sebagai karbon inorganik tanah dalam bentuk karbonat (Eswaran et al, 1993). Kandungan karbon organik tanah pada umumnya tinggi dalam tanah alami dibawah vegetasi rumput atau hutan.
Konversi hutan dan padang rumput menjadi areal budidaya tanaman dan peternakan mengakibatkan hilangnya karbon organik tanah. Lahan padang rumput dan hutan mengalami kehilangan karbon organik tanah sebesar 20–50 % kandungan awalnya setelah diolah selama 40–50 tahun.
Kehilangan karbon organik tanah masa lalu sering berkaitan dengan tingkat produksi yang rendah, pengelolaan tanah yang intensif, penggunaan pupuk dan amelioran organik yang kurang memadai dan kurangnya perlindungan tanah dari erosi dan proses degradasi lahan yang lain (Cle et al, 1993 dan Lal, 1995).
Perkiraan kehilangan karbon organik dalam tanah pada masa lalu dari lahan pertanian di dunia (crop land) berkisar dari 41 Pg (Houghton and Skole, 1990) hingga 55 Pg (Cole, 1996). Perkiraan kehilangan karbon organik tanah diatas menjadi level acuan (Reverence Level) terhadap potensial tingkat pemulihan atau penyerapan karbon kembali oleh tanah pada lahan pertanian dengan perbaikan pengelolaan.
Dengan asumsi penyerapan kembali sebanyak 50 % dari kehilangan karbon organik pada masa lampau. Potensial penyerapan kembali tanah pertanian di dunia dalam 50-100 tahun mungkin pada tingkat 20–30 Pg (Cole, 1996). Jumlah tersebut sama dengan 7–11 % emisi dari pembakaran bahan bakar fosil pada tahun 1990, selama 50 tahun.
Kecepatan Perubahan Karbon Tanah
Sebagian bear kehilangan karbon dari tanah pertanian terjadi selama dekade awal setelah pengolahan tanah. Dengan waktu, kecepatan kehilangan karbon menurun sejalan dengan semakin menurunnya pol karbon yang mudah terdekomposisi dan adanya perbaikan secara berangsur pengelolaa lahan.
Sebagai konsekuensinya, sebagian besar tanah-tanah pertanian sekarang hampir netral dalam kaitannya dengan emisi atau penyerap karbon. Berdasarkan simulasi komputer (Smith et al, 1997) menghasilkan bahwa kehilangan karbon organik dari tanah pertanian di Kanada rata-rata hanya 40 Kg/ha/th pada tahun 1990 dan rata-rata kehilanga tersebut terus menurun.
Evaluasi terhadap tanah-tanah pertanian di Amerika Serikat (Donigan et al, 1997) menyimpulkan bahwa kehilangan karbon telah berkurang dan tanah sekarang sudah mulai mengakumulasi karbon kembali. Penemuan ini dan dengan analisis tanah langsung dari peneliti lain, memberikan gambaran potensial untuk mencapai kembali tingkat kandungan karbon masa lalu yaitu transformasi tanah dari penghasil menjadi penyerap untuk CO2 atmosfer.
Pengolahan tanah dapat meningkatkan kehilangan karbon karena beberapa mekanisme yaitu :
1. Merusak agregat tanah yang melindungi bahan organik tanah dari dekomposisi.
2. Menstimulasi aktifitas mikroba dengan perbaikan aerasi tanah.
3. Mencampur bahan organik segar kedalam tanah yang kondisinya lebih menguntungkan untuk dekomposisi daripada di permukaan tanah. Pengolahan tanah dapat menyebabkan tanah lebi muah tererosi, mengakibatkan kehilangan karbon melaui erosi.
Adopsi pengolahan tanah minimum dan tanpa olah tanah menghasilkan akumulasi karbon tanah (Lal et al, 1998a dan Paustin et al, 1997b). Peningkatan karbon tanah dengan pengurangan pengolahan tnah ini juga dapat meningkatkan produksi melalui perbaikan retensi air/kelembabab tanah.
Peningkatan penyimpana karbon dalam jangka panjang (20 – 50 tahun) di dalam tanah, tanaman dan produksi tanaman mempunyai efek menguntungkan terhadap lingkungan dan pertanian. Lahan tanaman budidaya, padang gembalaan dan hutan dapat dikelola baik untuk aspek produksi maupun penyimpanan karbon.
Kedua pendekatan pengelolaan lahan tersebut dapat dicapai dengan penerapan pengelolaan lahan yang sudah banyak dikenal seperti pengolahan tanah konservasi, pengolahan unsur hara yang efesien, pengontrolan erosi, penggunaan tanaman penutup tanah dan retorasi lahan-lahan yang terdegradasi.
Konservasi lahan marginal untuk hutan dan padang penggebalaan dapat dengan cepat meningkatkan penyimpanan karbon dalam tanah. Peningkatan bahan organik tanah secara global dalam jangka waktu yang lama akan mampu memberikan efek yang menguntungkan terhadap penurunan rata-rata dar peningkatan CO2 atmosfer dan peningkatan produktifitas tanah, khususnya dalam banyak areal tanah yang telah terdegradasi.
Sumber : Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Program Pasca Sarjana/S3/ Institut Pertanian Bogor
Kaonak Edisi Cetak 018/02 Juli 2003