Skip to content

SELOKAN MATARAM DAN MUSIM PENGHUJAN

Kegiatan bersih selokan yang dilakukan oleh GAPADRI sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap kebersihan di lingkungan kampus (Foto : Arsip GAPADRI)

Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan vital bagi kehidupan. Perihal pemanfaatannya pun telah diatur dalam UUD 1945 Pasal 33, ayat 3 yang berbunyi “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Pengaturan ini dikarenakan air bukan hanya digunakan sebagai kelangsungan hidup suatu mahluk, tetapi juga untuk kepentingan industri, kelistrikan, pertanian dan sebagainya

Sebagai negara agraris, kebutuhan akan air untuk areal pertanian harus diprioritaskan, karenanya mutlak diperlukan dukungan prasarana perairan yang memadai. Oleh karena itu pemerintah mengambil kebijakan dengan membangun sarana irigasi untuk mencukupi kebutuhan air untuk areal pertanian, juga untuk mendukung ketahanan pangan masyarakat. Salah satunya adalah Selokan Mataram yang dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yang mengalirkan air Sungai Progo dari Karangtalun, Ngluwar (Magelang) sepanjang 35 kilometer dan berakhir di aliran Kali Opak , Randu Gunting, Kalasan. Yang jelas, Selokan Mataram membawa banyak manfaat diantaranya bagi pertanian penduduk yang ada di sepanjang alirannya, sebagai tempat untuk mencuci kendaraan, memandikan ternak bahkan sebagai tempat latihan bagi kelompok pecinta alam yang ada di Kota Yogyakarta.

Namun, Selokan Mataram yang banyak memberikan manfaat itu apakah akan terus bisa memberikan  manfaatnya..?? Jawabannya ada pada diri kita sendiri, bagaimana partisipasi dan kemampuan kita dalam menjaga dan memelihara saluran dan bangunan irigasi tersebut serta menjaga airnya agar tetap bersih dan tidak tercemar.

Hal tersebut seperti tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1994, UU RI No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, dan Peraturan Pemerintah Provinsi DIY No. 13 Tahun 1990 Tentang Irigasi di Provinsi DIY, Pasal 58 sampai dengan 64. Apalagi pada saat ini masuk pada musim penghujan, otomatis debit air di Selokan Mataram maupun di tempat lain akan naik, tidak seperti pada saat musim kemarau yang cenderung debit airnya kecil bahkan kering.

Membersihkan sampah menggunakan wahana perahu di sepanjang selokan Mataram menjadi kegiatan tahunan Mapala GAPADRI (Foto : Arsip GAPADRI)

Seperti diberitakan pada surat kabar maupun Televisi, akhir-akhir ini kita sering mendengar berita mengenai bencana banjir yang terjadi disana-sini. Sebagai contohnya di Kota Jakarta, Ibukota Negara Indonesia yang dikenal dengan julukan Kota Metropolitan yang notabene masyarakatnya sudah modern. Walaupun begitu, sebagian masyarakatnya belum memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan disekitarnya secara utuh.

Kita ambil saja sampel kecil yaitu sampah. Sampah atau limbah yang dihasilkan dari rumah tangga maupun industri (Pabrik) ini seperti kurang dikelola dengan dengan baik, akhirnya dapat menjadi boomerang bagi kita sendiri. Artinya sampah dalam hal ini perlu dikelola dan di manajemen dengan sebaik-baiknya.Kita yang membuat sampah itu ada jangan sampai kita sendiri menjadi sengsara gara-gara sampah yang kita buat tersebut. Sosialisasi dan penerapan pengelolaan sampah yang baik harus segera dilakukan, pembuatan bak-bak penampungan sampah, TPA, pemberdayaan dan kampanye hidup bersih serta sehat juga harus terus dilakukan untuk menjadi kebutuhan dan budaya hidup yang lebih baik.

Kegiatan “Peduli Selokan Mataram” merupakan salah satu contoh kecil dari kegiatan yang bertujuan untuk menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan. Karena menata kembali lingkungan yang rusak ataupun tercemar akan lebih sulit daripada memeliharanya. Adalah tugas dan tanggung jawab kita bersama untuk tidak mencemari sumber air yang sudah ada agar tetap bermanfaat sepanjang masa. 

* M. Imron Apriyanto (Anggota GAPADRI Angkatan XIV : “Flinstone”)

Arsip Buletin Kaonak Edisi 007/10 Februari 2002