Skip to content

KONSERVASI AIR

 
“Ciblon”, ritual memanggil ikan di Sungai Gajahwong, Kampung Darakan, Kotagede, Yogyakarta, sebagai bentuk atraksi budaya sekaligus kampanye menjaga kebersihan sungai (Foto : Abe_290/2010)

Menurut Todds (1982) di dalam siklus hidrologi diperlihatkan bahwa air bisa didapatkan dari berbagai macam sumber, yaitu dari air laut, es/salju, air sungai, mata air, air tanah dan air hujan. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia maupun mahluk hidup lainnnya. Disamping merupakan sumber kehidupan, air juga dapat menjadi bencana bagi kehidupan manusia. Dan hingga saat ini penyediaan air layak minum masih menjadi tantangan bagi masa depan Indonesia.

Air merupakan substrat yang paling parah terkena dampak pencemaran. Banyak sumber potensial yang dapat mencemari air, baik itu dari rumah tangga maupun industri. Kalau keadaan ini kita biarkan, bagaimana kita bisa mewujudkan lingkungan hidup yang sehat kedepan..??.  Oleh karena itu perlu pencermatan dalam hal pemanfaatan air dengan 3 kunci utama, yaitu :

1. Memanfaatkan air bekas agar dapat dipergunaka kembali (Reuse)

2. Melakukan penghematan air hingga seefesien mungkin (Reduce)

3. Mendaur ulang limbah cair agar airnya dapat dimanfaatkan kembali (Recycle), seperti untuk mencuci kendaraan atau menyiram tanaman.

Dari sebuah penelitian yang dilakukan selama 10 tahun oleh oleh Dosen Biologi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta (UKDW), yaitu Drs. Djoko Rahaerdjo M.Kes, maka dapat diketahui kualitas air sungai, air sumur serta produktifitas sungai di Yogyakarta. Menurutnya, hampir semua sungai di Yogyakarta (Kali Code, Gajah Wong dan Winongo) tidak terkecuali sumur, kini dalam kondisi tercemar berat bakteri E. Ecolly yang berasal dari limbah, terutama kotoran manusia yang dapat menyebabkan penyakit Diare. 

Menurut Beliau pula, bahwa hampir semua sumur gali dan sumur pompa di Yogyakarta telah tercemar Ecolly. Begitu pula dari analisis beberapa sampel air PDAM yang diambil dari daerah perkotaan yang jauh dari sumber/reservoal telah tercemar bakteri E. Colly seperti di daerah Klitren, Pengok, Gondokusuman, Gedong Tengen dan Danurejan.

Berbagai macam cara telah diupayakan untuk memperbaiki kualitas air tersebut, baik dari PDAM sendiri maupun dari beberapa peneliti dari Perguruan Tinggi, diantaranya PPLH IST. AKPRIND yang meneliti penurunan kadar Fe dan Mn di PDAM Kabupaten Sleman dengan media Zeolit. Tetapi perbaikan kualitas air baik dari PDAM atupun kualitas air sungai tidak dapat dilakukan hanya dari sekelompok kecil manusia, tetapi perlu peran bersama dan partisipasi dari banyak orang.

Selain dari beberapa industri/perusahaan seperti rumah sakit, hotel, perusahaan pengolahan kulit, tekstil, tahu dan tempe yang diwajibkan memperbaiki/mengolah limbah cairnya yang akan dibuang ke sungai, maka yang tidak kalah pentingnya adalah menyadarkan masyarakat yang berada di pinggir kali/selokan untuk tidak membuang limbah rumah tangganya ke sungai/selokan, ini ditujukan agar tidak menurunkan kualitas air sungai/selokan.

Untuk Provinsi DIY, sekarang ini dalam memenuhi kebutuhan bahan baku untuk PDAM masih menggunakan sumber dari mata air. Tetapi untuk kota-kota besar seperti Jakarta telah menggunakan air sungai yang sudah diolah. Suatu saat nanti, tidak menutup kemungkinan untuk Provinsi DIY juga bisa menggunakan sumber dari air sungai. Supaya hal ini tidak terjadi, maka marilah kita menjaga kualitas air mulai dari rumah tangga kita sendiri dengan cara menghemat penggunaan air dan memakainya seefesien mungkin, supaya cadangan sumber air bersih tidak cepat habis.

Jakarta di tahun 1996, hampir 73% sumurnya tercemar oleh tinja, karena mengandung amonia (NH). Bahkan sekitar 13% nya dari sumur-sumur yang masih dipakai untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari juga mengandung logam berat Merkuri (DR. Ir. Surna T. Djayadingingrat, Diskusi Panel Hari Air Sedunia, 20 Maret 1996, Jakarta, Kompas 22 Maret 1996).

Terkontaminasinya sumur-sumur tersebut oleh tinja, menurut hasil study para ahli Japan International Coorporation Agency (JICA) pada tahun 1991 terungkap dari hasil penelitian 30% sumur tercemar mercury dan 55%-nya tercemar tinja alias bakteri E. colly. Hal ini terjadi karena tidak tersedianya sarana sanitasi yang mencukupi, sehingga sejak tahun 1993 air dari peruhahaan PDAM di Jakarta sudah mengandung bakteri E. colly. Akibatnya timbul masalah baik pada penduduk miskin yang terbatas akses maupun penduduk yang kaya yang tidak memiliki alternatif lain lagi untuk mendapatkan air sumur yang relatif bersih dan sehat sehingga dengan terpaksa harus membeli air bersih dalam kemasan yang cukup mahal.

Bagaimana dengan kualitas air di Jogja dimasa depan…???

(Arsip Buletin Kaonak Edisi 007/10 Februari 2002)