Skip to content

Ketika Tenda Tergelar Di depan Rumah Wakil Rakyat

Pengelolaan lingkungan berkelindan erat dengan regulasi atau aturan yang menjadi basis kebijakan pemerintah. Teorinya, regulasi yang baik akan menghasilkan pengelolaan lingkungan yang baik, demikian juga sebaliknya.

Sejumlah organisasi Mahasiswa Pencinta Alam menggelar aksi kemah bersama di depan gedung DPR RI menolak RUU Omnibus Law pada tanggal 15-16 Juli 2020. Foto : Abdul Baits/Arkadia UIN Syarif Hidayatullah

Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) yang selama ini dikenal lebih memilih “jalan sunyi” dalam mendarmakan baktinya bagi lingkungan, pada 15 Juli 2020 lalu membuka tenda dan berkemah di depan gedung DPR RI. Puluhan organisasi Mapala menolak RUU Omnibus Law yang berpotensi merugikan kelestarian lingkungan dan masyarakat. 

Masa darurat pandemi Covid-19 yang memasuki bulan kelima di Indonesia, tak menyurutkan niat Abdul Baits, mahasiswa Fakultas Ushuludin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk bergabung dengan rekan-rekannya Mapala Se-Jabodetabeka plus Bandung dalam acara camping bersama. Namun bukan gunung atau hutan rimba yang dituju, melainkan halaman gedung DPR RI di Ibukota Jakarta. Hari itu Abdul Baits dan rekan-rekannya terlanjur gerah dengan manuver DPR RI yang tetap melanjutkan pembahasan RUU Omnibus Law di masa pandemi. RUU ini diyakini banyak pihak akan membawa dampak negatif lebih besar daripada  manfaatnya.

Bagi Abdul Baits, saat ini tidak ada urgensinya DPR RI membahas RUU Omnibus Law, selain tidak melibatkan peran serta masyarakat, RUU ini juga sarat kepentingan yang akan hanya akan menguntungkan segelintir pihak, terutama pemilik kuasa dan pemilik modal. Abdul Baits mengatakan RUU Omnibus Law ini telah menjadi ancaman di semua sektor, salah satunya adalah sektor lingkungan hidup.

“Kami bergerak karena ruang bermain atau hutan kita terancam (aktivitas) eksploitasi yang akan menyebabkan kerusakan ekologis. (Gerakan) ini demi keberlanjutan generasi kita di masa yang akan datang,” tutur Abdul Baits yang juga anggota Mapala Arkadia UIN Syarif Hidayatullah ini melalui wawancara tertulis dengan gapadri.idpada Minggu, 26 Juli 2020.

Dalam aksi itu Abdul Baits dan rekan-rekannya mengajukan tiga tuntutan kepada DPR RI dan Pemerintah, pertama pembatalan pengesahan RUU Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja, kedua berhenti menjadi pelayan korporasi, ketiga berhenti melakukan ekploitasi alam yang hanya menguntungkan oligarki (penguasa dan golongan pemilik modal)

Menurut Herdi salah satu anggota WAPALAPA, Mapala Universitas Pakuan Bogor, yang bertindak sebagai koordinator lapangan, pada tanggal 15 Juli 2020, DPR RI belum mengindahkan kehadiran organisasi-organisasi Mapala yang berkemah di depan gedung DPR RI, namun setelah beragam elemen masyarakat juga turun ke jalan pada keesokan harinya (16 Juli 2020), DPR RI akhirnya bersedia menemui perwakilan pengunjuk rasa.

Mahasiswa Pencinta Alam menyampaikan tuntutannya agar DPR RI menghentikan pembahasan dan membatalkan rencana pengesahan RUU Omnibus Law dalam aksi kemah bersama di depan gedung DPR RI pada 15-16 Juli 2020. Foto : Abdul Baits/Arkadia UIN Syarif Hidayatullah

“Pada Kamis 16 Juli 2020 kami bersama aliansi masyarakat lain diterima mediasi ke gedung wakil rakyat itu, hasilnya DPR RI akan menunda pembahasan RUU Cipta Kerja/Omnibus Law dan tidak akan ada pembahasan selama masa reses hingga tanggal 13 Agustus mendatang,” ujar Herdi. Mahasiswa Fakultas Hukum ini menegaskan ia dan rekan-rekannya akan terus melawan jika DPR RI meneruskan pembahasan RUU Omnibus Law.

Herdi meyakini meskipun kekuatan politik pemerintah saat ini sangat kuat, namun kekuatan rakyat akan jauh lebih besar, sehingga ia percaya DPR RI dan Pemerintah akan memegang janji mereka. Senada dengan Herdi, Abdul Baits juga meyakini RUU Omnibus Law akan dibatalkan, meski begitu Abdul Baits tetap berharap seluruh elemen masyarakat menjalin solidaritas untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diharapkan.

Terkait ancaman Covid-19 yang masih terus menghantui Indonesia, khususnya di Ibukota Jakarta, para peserta aksi kemah bersama tidak terlalu khawatir karena mereka menerapkan protokol kesehatan selama aksi berlangsung, memakai masker dan membawa hand sanitizer.