Skip to content

Webinar : Perlindungan Konsumen Arung Jeram

 

Menggunakan dua perahu menjadi salah satu prosedur operasi standar bagi operator wisata arung jeram untuk meminimalkan potensi jatuhnya korban dalam kegiatan arung jeram. Foto : Dok. Andy Gunawan

Arung jeram kini sudah menjadi olahraga yang digemari oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah peminatnya yang bukan saja berasal dari pegiat petualangan, namun sudah merambah ke masyarakat umum. Di bidang prestasi, tim arung Indonesia tahun lalu menyabet dua medali emas di kategori head to head dan slalom dalam ajang World Rafting Championship (WRC) yang digelar di Tully River Australia, Jum’at, 17 Mei 2019. Banyaknya peminat dan capaian prestasi olahraga ini tentu membanggakan. Namun ada hal lain yang masih membutuhkan perhatian serius terkait keamanan. Dalam 10 tahun terakhir angka kecelakaan arung jeram masih tinggi dengan korban jiwa mencapai puluhan jiwa. 

Situasi ini terungkap dalam seminar daring (webinar) yang diadakan oleh Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) pada Kamis 25 Juni 2020 lalu yang dihadiri oleh para pelaku usaha wisata arung jeram, pengurus FAJI dan pegiat arung jeram. Komisioner BPKN, Nurul Yakin Setiabudi menyampaikan webinar ini dilatarbelakangi dari perbincangannya dengan salah satu perintis arung jeram di Indonesia, Lody Korua yang cukup gencar menyuarakan soal keselamatan arung jeram selama ini. Perbincangan itu dipicu oleh artikel tentang angka kecelakaan arung jeram yang diterbitkan gapadri.id sebuah media online yang dikelola oleh GAPADRI Mahasiwa Pencinta Alam Institut Teknologi Nasional Yogyakarta. (baca : https://gapadri.id/index.php/2020/05/04/50-tahun-arung-jeram-indonesia-lody-korua-faktor-keamanan-adalah-hitam-putih-tidak-ada-toleransi/).  

Ketua PB Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) Yunita Amalia dalam paparannya menyampaikan perkembangan wisata arung jeram di Indonesia yang cukup pesat 10 tahun terakhir. Menurut Yuni, kegiatan arung jeram selama ini telah memberikan manfaat dengan meningkatkan perekonomian di daerah yang bersangkutan. Sebagai Ketua PB FAJI, Yuni mengaku telah melakukan berbagai upaya untuk menekan risiko terjadinya kecelakaan. Yuni mencontohkan pada tahun 2014 misalnya, ia dan tim membantu pemerintah menyusun standar wisata arung jeram yang telah ditetapkan melalui Permen Parekraf No.13 Tahun 2014. Masih menurut Yuni PB Faji juga turut serta menyusun Safety Code Wisata Petualangan Tirta yang dikeluarkan oleh Kementerian Pariwisata.

Made Brown (Made Antara) salah satu pelaku usaha arung jeram di Bali dan penulis buku,  menyampaikan bahwa pemikiran mengenai soal safety ini sudah cukup lama ia mulai dari tahun 2005. Ia menceritakan pada tahun-tahun sebelumnya cukup banyak terjadi kecelakaan arung jeram sehingga ia tergerak untuk berkeliling dan bertemu puluhan operator di Indonesia untuk sharing tentang standard operation procedure (SOP) arung jeram. Made Brown mengungkapkan kondisi saat ini semakin mudah perseorangan atau badan usaha mendapatkan ijin untuk menjadi operator arung jeram. Tak jarang ijin operator arung jeram ini bisa didapatkan di tingkat kabupaten saja. Menurut Made Brown fakta bahwa operator sering tidak mendapatkan penyuluhan dan tidak memahami SOP wisata arung jeram, bisa jadi menjadi hal yang menyebabkan meningkatnya angka kecelakaan wisata arung jeram.

Sungai Elo di Magelang, Jawa Tengah menjadi salah satu sungai yang memiliki operator arung jeram cukup banyak, Lokasinya yang relatif dekat dengan kota wisata Yogyakarta menjadikan sungai ini diminati oleh wisatawan. Foto dok : Andy Gunawan

Penulis artikel gapadri.id A.B Rodhial Falah yang juga seorang pegiat kegiatan alam bebas, dalam sesi pemaparannya berjudul Identifikasi Risiko Kegiatan Arung Jeram Di Indonesia  mempresentasikan data hasil desk study yang dilakukannya atas pemberitaan media massa dalam kurun 45 tahun. Data yang disajikan Rodhial Falah menunjukkan angka kecelakaan wisata arung jeram (sektor komersial) jauh lebih tinggi dibandingkan kecelakaan arung jeram non wisata (sektor private). Dalam kurun tahun 1975-2019 telah terjadi 49 kecelakaan arung jeram, sebanyak 63.3% kecelakaan arung jeram terjadi di sektor komersial dengan korban meninggal sebanyak 42 jiwa, sedangkan di sektor private 36,7% dengan jumlah korban meninggal sebanyak 30 orang. Sebanyak 32 kasus kecelakaan (baik sektor private maupun  komersial) terjadi dalam waktu 10 tahun terakhir (2011-2019) dengan jumlah korban meninggal 42 orang. Dalam kajiannya Rodhial Falah mengelompokkan kasus penyebab jatuhnya korban dalam tiga kluster : faktor teknis (63.3%), faktor alam (28.5%) dan faktor human error (8.2%). 

Lody Korua yang menghadiri webinar tersebut memberikan apresiasinya terhadap apa yang telah dilakukan PB FAJI selama ini sebagai lembaga yang menaungi kegiatan arung jeram di Indonesia. Lody mengatakan bahwa data yang disajikan oleh gapadri.id seharusnya menjadi masukan awal yang perlu dilengkapi oleh semua pihak yang memiliki perhatian terhadap faktor keselamatan arung jeram di Indonesia. Pendiri Arus Liar ini juga menegaskan bahwa Pemerintah (dalam hal ini Pemerintah Daerah) juga perlu berperan sebagai pengawas usaha wisata arung jeram, bukan sekedar memberikan ijin semata. Lody juga mengusulkan perlu dibentuk pihak yang berfungsi sebagai penegak aturan-aturan yang sudah dibuat selama ini agar dapat diterapkan dengan maksimal untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan wisata arung jeram.  

(Editor : Abe)