BY ABE · MAY 13, 2020
Berbekal tali sepanjang 150 meter, Imam Amarijami Saputra menuruni lubang gelap yang ia tidak tahu pasti kedalamannya. Meter demi meter ia turuni perlahan, sesekali ia melihat ke atas memperhatikan tali yang ia tambat, memastikan kuat menopang tubuhnya yang terikat tali tubuh. Mencapai kedalaman 100 meter, mahasiswa Teknik Geologi Institut Teknologi Nasional Yogyakarta (ITNY) angkatan 2016 ini menemukan sebuah teras yang cukup luas. Imam melanjutkan usahanya untuk mencapai dasar goa, tapi sayang tali yang dibawanya tak cukup, ia lantas memutuskan untuk naik kembali permukaan.
Imam yang akrab dipanggil Botek adalah Kepala Divisi Caving (Susur Goa) GAPADRI Mapala ITNY yang saat itu bersama sejumlah rekannya sedang berupaya mencari sumber air untuk masyarakat di Desa Gendayakan, Kecamatan Paranggupito, Kabupaten Wonogiri. Ia mendapat informasi dari M. Wiyanto, alumni ITNY dan senior di Mapalanya bahwa ada goa yang perlu disurvei dan belum diketahui kedalamannya. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Botek dan rekan-rekannya melakukan penyegaran SRT (Single Rope Technique) dan teknik-teknik dasar Vertical Rescue setiap sore hingga tengah malam selama seminggu penuh di kampusnya.
“Survei hari pertama saya tidak melanjutkan turun sampai ke dasar (goa) karena kekurangan tali dan memutuskan naik secara manual karena tidak ada tali hauling (tali untuk mengangkat ke atas). Keesokan harinya tali bantuan datang dari Yogyakarta, saya turun lagi dan melanjutkan jalur dari pitch-1 menuju pitch-2. Di Pitch-2 ini kami mulai menemukan genangan air,” tutur Botek kepada gapadri.id, Sabtu, 09 Mei 2020.
Setelah bertemu genangan air, Botek dan rekannya harus menuruni medan vertikal lagi sebanyak dua kali, sedalam 5 meter dan 1 meter. Mencapai dasar goa di kedalaman sekitar 180 meter, Botek dan rekannya menjumpai aliran air yang diharapkan.
Eksplorasi Dan Pengangkatan Air Goa
Kegiatan survei goa yang dikenal dengan nama Luweng Jomblang Ngejring tersebut merupakan langkah awal Gapadri Mapala ITNY dalam melakukan bakti sosial di Desa Gendayakan, Kecamatan Paranggupito. Gapadri Mapala ITNY tidak sendiri, selain bersama masyarakat Desa Gendayakan, beberapa pihak lain yang terlibat dalam kegiatan eksplorasi dan pengangkatan air ini adalah Djarum Foundation, Dompet Dhuafa’ dan Padepokan Dakwah Sunan Kalijaga (PADASUKA) Jawa Tengah.
Muhammad Abhim Ahlunizar, mahasiswa jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota ITNY yang menjabat sebagai Kepala Operasional Gapadri Mapala ITNY mengatakan bahwa Desa Gendayakan merupakan salah satu desa di Kecamatan Paranggupito yang terletak di perbukitan dan lembah kapur, sehingga memiliki kesulitan mengakses air (bersih).
“Tapi ternyata berjarak 500-an meter di sebelah utara Dusun Ngejring terdapat goa vertikal sedalam 180 meter yang di dalamnya terdapat air terjun dan aliran air yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,” ujar Muhammad Abhim Ahlunizar yang sering dipanggil Abhim ini.
Abhim menjelaskan kegiatan eksplorasi dan pengangkatan air goa dibagi menjadi beberapa tahapan : survei, penelitian dan pengangkatan. Survei dilakukan untuk mengetahui kondisi goa dan potensi air. Penelitian dilakukan untuk mengetahui kapasitas air, kualitas kelayakan konsumsi dan skema pemompaan. Pengangkatan air dilakukan dengan teknik pemompaan dari dasar goa menuju ke permukaan.
Kerjasama multipihak ini membuahkan hasil, Senin menjelang subuh (7/10/2019) tim Gapadri Mapala ITNY berhasil menaikkan air dari dasar Goa Jomblang hingga ke permukaan. Keharuan menyelimuti seluruh tim dan warga Desa Gendayakan, setidaknya kesulitan air bersih yang selama ini mendera warga dapat segera diakhiri.
Bermanfaat Bagi Mahasiswa
Kegiatan pengangkatan air seperti yang telah dilakukan Gapadri Mapala ITNY di Goa Jomblang Ngejring, selain membawa manfaat bagi warga masyarakat Desa Gendayakan juga membawa manfaat bagi mahasiswa seperti Imam dan Abhim.
“Dalam kegiatan seperti ini, mahasiswa dan mahasiswi dapat berinteraksi langsung dengan masyarakat, selain membawa manfaat bagi masyarakat, mahasiswa yang terlibat aktif juga merasakan manfaat langsung berupa pembebasan KKN (Kuliah Kerja Nyata) oleh kampus karena ada pekerjaan teknik yang dilakukan sehingga menambah pengalaman mahasiswa melalui aplikasi langsung di lapangan,” kata Abhim.
Mahasiswa semester akhir ini berharap kegiatan semacam ini tetap dilanjutkan karena membawa manfaat besar bagi masyarakat, organisasi (kampus dan mapala) serta individu. Abhim juga berharap kegiatan pengangkatan air di Goa Jomblang ini menjadi program jangka panjang bagi Gapadri Mapala ITNY dan bisa diwariskan ke generasi berikutnya agar membawa dampak yang lebih luas terutama bagi masyarakat.
Wakil Rektor III Institut Teknologi Nasional Yogyakarta, Dr. Hill G. Hartono yang menaungi bidang kemahasiswaan mengatakan semua kegiatan positif yang dilakukan oleh mahasiwa ITNY akan membawa respon positif bagi institusi ITNY, terutama yang membawa manfaat bagi masyarakat luas. Salah satu dosen pengajar di Jurusan Teknik Geologi ini menilai kegiatan seperti pengangkatan air di Desa Gendayakan ini layak untuk terus dikembangkan dan dimasukkan dalam program kerja UKM GAPADRI Mapala ITNY.
“Kegiatan yang dilakukan organisasi kemahasiswaan GAPADRI ini sudah memberi contoh yang baik yaitu melakukan pengabdian dengan menerapkan bakatnya dalam menolong masyarakat yang kurang air, atas kehendak Yang Maha Kuasa air ditemukan di dalam goa vertikal dengan kedalaman 180 meter di Desa Gendayakan beberapa bulan yang lalu,” ujar Dr. Hill melalui pesan tertulis kepada gapadri.id, Selasa, 12/05/2020.
Terkait kemungkinan mahasiswa mendapat manfaat dari sisi nilai akademik, Dr. Hill menjelaskan bahwa KKN (Kuliah Kerja Nyata) merupakan kurikulum yang dikelola oleh LPPMI (Lembaga Penelitian Pengabdian Masyarakat dan Inovasi) ITNY. Selain memiliki kerjasama dengan beberapa Pemda di DIY, LPPMI juga memiliki program Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka sehingga peta KKN memiliki spektrum yang luas. Menurut Dr. Hill kegiatan pengangkatan air yang telah dilakukan oleh UKM GAPADRI merupakan bagian dari spektrum KKN tersebut.
Dr. Hill mengingatkan bahwa kegiatan pengangkatan air ini bukan kegiatan yang mengatasnamakan pribadi, namun UKM ITNY, sehingga meskipun permintaan bantuan penyelidikan air bersih berasal dari masyarakat namun harus tetap diikuti dengan administrasi yang jelas. Mulai dari pengajuan penugasan ke lokasi untuk pelaksanaan kegiatan hingga pembuatan laporan akhir.
“Kegiatan tanpa administrasi yang jelas tentu bukan tanggungjawab institusi ITNY, khususnya bidang kemahasiswaan. Terkait dengan nilai akademik, perlu diperhatikan waktu pelaksanaan dan keterlibatan mahasiswa saat pengurusan administrasi di awal (kegiatan). UKM adalah organisasi yang memiliki struktur, maka tugas dari sekretariat bertanggungjawab pada tahap pelaksanaan awal dan akhir dari sebuah kegiatan, jangan lupa semua kegiatan harus disertai administrasi yang lengkap, walaupun itu diawali hanya melalui informasi penduduk, itu penting sebagai (langkah) tertib administrasi,” tutur Dr. Hill.
Tantangan Bagi ITNY
Sebagai institusi pendidikan tinggi yang berbasis teknologi, tentu saja ITNY tidak memungkiri untuk mempertimbangkan kemungkinan dukungan teknologi dalam pemanfaatan air dari goa seperti yang dilakukan di Desa Gendayakan, Wonogiri. Terutama terkait dengan kemungkinan penggunaan energi terbarukan.
Terkait hal ini Dr. Hill menjelaskan teknologi dapat diterapkan apabila telah dilakukan pengujian dan eksperimen. Pengangkatan air bersih dari dasar goa membutuhkan energi yang besar, sehingga perlu memilih sumber energi yang efektif dan efisien. Penggunaan sumber energi cahaya matahari atau panel surya sangat besar biayanya, mudah digunakan namun sulit perawatannya. Di sisi lain mikrohidro harus diketahui sumber airnya, kelerengannya, keberlanjutan aliran airnya. Diperlukan kajian untuk menentukan teknologi apa yang bisa diterapkan untuk membantu kemudahan pengangkatan air ke permukaan. Karena kebutuhan energi tidak sekedar pasang dan jalan namun juga perawatannya.
Terkait kemungkinan pelibatan dosen-dosen pengajar dalam kajian daya dukung lingkungan di lokasi pengangkatan air di Desa Gendayakan, Dr Hill berpendapat tidak menutup kemungkinan kampus melibatkan dosen-dosen pengajar di institusi ITNY, karena hal itu sejalan dengan catur darma ITNY : pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat dan pengembangan diri.
“Setiap insan ITNY harus melakukan darma itu sesuai dengan dengan harapan ITNY,” ujar Dr. Hill.