BY ABE · MAY 4, 2020
Olahraga petualangan arung jeram, atau sebagian orang menyebutnya sebagai Olahraga Arus Deras (ORAD) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Kegiatan “ekstrem” yang sebelumnya merupakan ranah para pecandu adrenalin ini telah sah menjadi domain publik. Siapa saja bisa melakukannya, masyarakat awam yang ingin berwisata arung jeram hanya butuh menghubungi operator arung jeram dan menentukan jadwal pengarungan. Dengan membayar sejumlah uang, wisatawan sudah bisa merasakan “asyiknya” arus liar. Namun ibarat hewan liar, bahaya berkegiatan arung jeram tidak serta merta bisa dihilangkan, risiko selalu mengintai setiap saat. Operator dan Pemandu arung jeram tak boleh lengah sedikit pun, atau nyawa taruhannya.
Data yang dihimpun gapadri.id dari pemberitaan media massa baik cetak maupun online selama rentang tahun 2000-2018 menunjukkan bahwa 68.75% kecelakaan fatal arung jeram yang terjadi di Indonesia terjadi dari sektor komersial. Angka ini empat kali lebih tinggi dari prosentase kecelakaan arung jeram di Amerika Serikat baca : https://gapadri.id/index.php/2020/05/03/50-tahun-arung-jeram-di-indonesia-makin-aman-atau-masih-berbahaya/.
“Dengan adanya peran FAJI (Federasi Arung Jeram Indonesia-red) sebenarnya standar keamanan sudah jelas dan memadai, namun sepertinya masih ada hal yang perlu diperbaiki dalam hal sertifikasi,” kata Lody Korua, salah satu pioneer arung jeram Indonesia ketika dihubungi gapadri.id melalui pesan tertulis, Senin, 4 Mei 2020.
Menurut Lody yang juga pendiri Arus Liar (pioner operator arung jeram di Indonesia) sebenarnya beberapa tahun lalu ia sudah pernah mengingatkan melalui akun media sosial miliknya bahwa (wisata) arung jeram di Indonesia tidak aman, saat itu tidak ada yang memprotes dirinya secara resmi. “Hanya beberapa operator besar saja yang menghubungi saya secara pribadi dan meminta untuk tidak menyamaratakan, saya katakan kalau begitu ayo bantu saya memerangi operator abal-abal, tapi setelah itu (mereka) diam, tidak ada tindak lanjutnya,” ujar Lody.
Jon, salah seorang bekas pemandu wisata arung jeram Sungai Elo di Magelang tidak memungkiri jika ketika ia masih aktif memandu ada sejumlah operator tak resmi yang beroperasi di Sungai Elo dan beberapa sungai lain seperti Sungai Serayu dan Sungai Progo.
“Operator resmi di Sungai Elo seingat saya ada sekitar 20 operator, di Sungai Serayu ada 5, di Sungai Progo Atas 1 dan Progo Bawah ada 2 operator, ada juga yang nggak resmi,” ujar Jon dalam wawancara tertulis dengan gapadri.id, Senin, 04 Mei 2020. Jon menambahkan, semua pemandu arung jeram yang bernaung di operator resmi hampir seluruhnya telah mengikuti proses sertifikasi dan semua telah mengikuti prosedur keamanan standar.
Fenomena Gunung Es
Seperti di sektor olahraga petualangan lain, semisal susur goa atau pendakian gunung, di Indonesia tidak ada satu lembaga yang menyediakan database kecelakaan arung jeram. Banyak pihak yang masih terjebak pada alam pemikiran bahwa sebuah kecelakaan dalam kegiatan petualangan adalah aib. Di negara maju seperti Amerika Serikat dan New Zealand misalnya, database disusun untuk meningkatkan kesadaran tentang risiko yang melekat pada kegiatan arung jeram, meskipun kegiatan itu sudah dilabeli kegiatan yang bersifat rekreasi.
Di New Zealand, Whitewater NZ misalnya, memiliki database kecelakaan aktivitas kayak dan kano di sungai yang disusun sejak tahun 1963. Negara itu mencatat “hanya” terjadi 48 kecelakaan sejak tahun 1963-2017, mengingat New Zealand adalah negara dengan aktivitas petualangan ekstrem yang tinggi, angka ini cukup mengejutkan dan memberi kita gambaran betapa tingginya standar keamanan yang diterapkan di negara itu. Database Whitewater NZbisa diakses di https://rivers.org.nz
Organisasi konservasi sungai nirlaba American Whitewater juga memiliki database kecelakaan serupa, dengan data kecelakaan yang sangat berbeda, 1879 kasus kecelakaan (1473 diantara fatal) dengan komposisi 15.9% berasal dari kejadian yang menimpa sektor komersial. Sementara 1500-an kasus lainnya adalah kejadian kecelakaan yang menimpa sektor privat. Sebagaimana diketahui kalangan umum selama ini, para pecandu kegiatan ektrem di Amerika sangat banyak, di mana tingkat ekstrem-nya sangat jauh di atas standar ektrem di Indonesia. Sehingga angka kecelakaannya pun sepadan dengan jumlah pecandu kegiatan ekstrem ini.
Fakta bahwa kecelakaan kegiatan petualangan yang masih dianggap aib dikhawatirkan menutupi angka sebenarnya terkait jumlah kejadian. Tidak banyak pihak yang mau berterus terang terkait kecelakaan yang menimpa mereka, sehingga kejadian-kejadian kecelakaan yang terus berulang tidak membawa pelajaran apapun bagi pihak lain. Prosentase 68.75% angka kecelakaan yang menimpa sektor komersial sudah seharusnya menjadikan para pihak yang memiliki otoritas introspeksi.
“Database kecelakaan di industri arung jeram memang agak susah, karena rata-rata sektor-sektor yang terkait industri ini kecenderungannya menutupi kasus, karena ini juga menyangkut pendapat mereka dari kegiatan wisata arung jeram,” ujar Lody Korua.
Selaku pebisnis arung jeram senior, Lody menegaskan “Selama dalam industri arung jeram masih terjadi persaingan harga, maka (faktor keamanan) tidak akan berkembang kearah yang positif. Persaingan harga membuat kualitas menurun, termasuk kualitas keamanan. Keamanan adalah hitam putih, bukan abu-abu, tidak ada toleransi!”