Skip to content

50 tahun Arung Jeram Di Indonesia : Makin Aman atau Masih Berbahaya?

 

Boleh jadi kecelakaan arung jeram yang menimpa Budi Laksmono dan Tom Sukaryadi (keduanya anggota Mapala UI) di Sungai Alas Aceh pada tahun 1986, merupakan kecelakaan arung jeram pertama dengan korban meninggal yang tercatat dengan baik kronologinya di Indonesia. Keduanya menjadi korban banjir yang terjadi akibat hujan lebat yang turun di hulu Sungai Alas, malam sebelum pengarungan. Kecelakaan demi kecelakaan terus terjadi seiring dengan semakin maraknya olahraga petuangan ini. Arung jeram tak lagi sekedar aktivitas petulangan yang dilakukan para pencinta alam, namun sudah dikenal luas sebagai kegiatan wisata yang bisa dinikmati masyarakat dari beragam kalangan. 

Arung Jeram atau Olahraga Arus Deras (ORAD), belakangan makin diminati oleh beragam kalangan sebagai wahana wisata petualangan (Foto : arsip Andy Gunawan)

Arung Jeram, beberapa kalangan menyebutnya Olahraga Arus Deras (ORAD) merupakan olahraga petualangan yang mulai digemari di Indonesia sejak tahun 1970-an. Istilah arung jeram konon pertama kali dilontarkan oleh Sinarmas Djati, seorang anggota Mapala UI asli Dayak yang sejak kecil akrab dengan Sungai Mahakam. Sinarmas Djati bukan satu-satunya pelaku olahraga sungai ini di masa itu, beberapa kelompok pemuda di Jakarta dan Bandung juga giat melakukan petualangan jenis baru ini.  Sinarmas Djati pada tahun 1978-1979 melakukan ekspedisi-ekspedisi pengarungan sungai di Kalimantan bersama Frank Morgan dkk, petualang Amerika yang bekerja di Jakarta.

Di tanah Amerika, sekitar 160 tahun sebelumnya, pada tahun 1811 sekelompok anggota ekspedisi yang dikirim pengusaha John Jacob Astor berniat mencapai Missouri melalui rute Snake River. Kelompok yang dikenal dengan grup Overland Astorian ini merupakan bagian dari pemukim pertama di Oregon (salah satu negara bagian di pantai barat Amerika saat ini). Mereka menggunakan sampan dan memulai perjalanan pada bulan Oktober sebelum musim dingin tiba. Perjalanan mereka di sungai tak lama setelah satu anggota ekspedisi meninggal digilas arus sungai, plus hilangnya beberapa muatan sampan.

Pengarungan sungai menggunakan perahu karet modern diperkenalkan pertama kali oleh veteran perang sipil Amerika Letnan John Charles Fremont pada tahun 1842. Beberapa sumber menuliskan pembuatan perahu karet sebenarnya sudah dimulai Fremont 2 tahun sebelumnya bersama Horace H. Day. Pada tahun 1842 Fremont mengawali ekspedisinya ke Pegunungan Rocky melalui Kansas River pada tanggal 15 Juni 1842, kemudian mengarungi Plate River, Green River dan menuju Wind River. Dalam ekspedisi ini Fremont berhasil memetakan Pegunungan Rocky, ia menancapkan bendera Amerika di puncak Pegunungan Rocky (4189m) dan mengklaim wilayah itu sebagai milik Amerika. Fremont melanjutkan ekspedisi kedua dan ketiganya di tahun 1843 dan 1845 ke dua wilayah yang berbeda.

Belakangan nama John Wesley Powell justru yang banyak disebut berbagai kalangan sebagai “Bapak Arung Jeram” dunia. Tak berebihan memang, pencapaian Powell dalam hal jarak pengarungan sungai memang mengagumkan. Veteran perang sipil Amerika yang juga ahli geologi ini melakukan ekspedisi ke wilayah pegunungan Rocky khususnya untuk memetakan wilayah di sepanjang sungai Colorado. Selama 15 bulan, Powell dan timnya berhasil mengarungi sungai sejauh 930 mil (1500km), ia berhasil memetakan sungai Colorado dan lembah yang menaunginya, Green Canyon. 

RAWAN KECELAKAAN

Risiko aktivitas arung jeram menjadi semakin tinggi ketika olahraga ini diikuti oleh orang awam (wisatawan), operator arung jeram dituntut memiliki keahlian, standart keselamatan dan jam terbang yang tinggi (foto : arsip Andy Gunawan)

Ekspedisi-ekspedisi pioneer seperti yang dilakukan oleh Overland Astorian grup, Fremont dan Powell, selain mengklaim pencapaian luar biasa juga selalu diiringi cerita betapa berbahayanya perjalanan mengarungi sungai. “Korban-korban” selama ekspedisi berjatuhan, baik peralatan, barang-barang hingga nyawa manusia. Di Amerika Serikat, negera yang dipercaya sebagai tanah nenek moyangnya arung jeram, data base kecelakaan arung jeram baru mulai disusun oleh American Whitewater, sebuah organisasi nirlaba yang bergerak di bidang konservasi sungai pada tahun 1970. Dalam katalog database kecelakaan yang mereka miliki tercatat setidaknya 1879 kecelakaaan terjadi sejak 1972-2020. Sebagian besar kecelakaan fatal tersebut terjadi pada aktivitas olahraga sungai yang bersifat private (1.579 kasus), sementara yang terjadi pada kegiatan komersial sejumlah 300 kejadian (15.9%). katalog accident database tersebut bisa dikunjungi di  https://www.americanwhitewater.org/content/Accident/search/

Di Indonesia, meski telah dilakukan hampir 50 tahun, tidak mudah menjumpai data statistik berapa banyak sebenarnya jumlah kecelakaan arung jeram yang pernah terjadi. Di situs-situs resmi institusi yang terkait arung jeram database kecelakaan semacam yang dimiliki oleh American Whitewater tidak dijumpai, pun di situs-situs para pegiat olahraga ini. Menyadari kondisi tersebut gapadri.idmelakukan riset kecil untuk menjaring data kecelakaaan fatal arung jeram melalui berbagai pemberitaan baik di media cetak maupun media online dalam rentang tahun 2000-2018 (18 tahun).

Chart dari data yang dihimpun selama tahun 2000-2018, menunjukkan cukup tingginya angka kecelakaan arung jeram di Indonesia.

Hasilnya meskipun tidak cukup mewakili angka sebenarnya 50 tahun aktivitas arung jeram di Indonesia, namun cukup memberikan gambaran betapa cukup masifnya kecelakaan fatal yang terjadi di kegiatan arung jeram Indonesia. Dalam waktu 18 tahun terjadi 32 kecelakaan arung jeram fatal yang menewaskan 36 orang, di mana 22 kejadian (68,75%) terjadi di sektor komersial (wisata arung jeram), selebihnya menimpa pegiat dari kalangan pencinta alam. Prosentase ini cukup mengejutkan jika dibandingkan dengan jumlah kecelakan arung jeram komersial yang terjadi di Amerika (18.9%), bahkan dalam rentang waktu yang berbeda 18 tahun berbanding 48 tahun. 

Angka-angka hasil riset kecil ini bisa jadi merupakan lampu kuning bagi para pegiat arung jeram, khususnya di sektor komersial agar lebih waspada dan lebih meningkatkan prosedur keamanan kegiatan wisata arung jeram. Bagi otoritas yang memiliki kewenangan di bidang arung jeram, alangkah lebih baik menyusun database kecelakaan arung jeram sedini mungkin sebagai alat ukur sektor keamanan di kegiatan ini. Arung jeram sebagai olahraga prestasi memang membanggakan, namun keselamatan setiap pegiatnya (baik atlet, petualang dan wisatawan) lebih utama.